Bio Ethics

Bio Ethics

Redaksi

>> Wednesday, October 24, 2007

Perenungan untuk kali ini diambil dari harian Republika 30 September 2007, walaupun secara teknis belum meminta izin dari pemegang hak ciptanya. Ini dikutip dalam konteks non-komersial dan diniatkan untuk juga direnungkan bersama oleh kalangan luas, karena sarat dengan kata-kata kunci penting. Kini saatnya kita menyeberang ke dunia sastra kontemporer, yang mengisahkan tentang 'negeri ini' :

Negeri diksi
Negeri ini negeri diksi
Kaya wacana
Miskin eksekusi
Kaya logika
Miskin nurani
Saat orang-orang didera papa
Kita kehilangan daya
Saat beragam bencana menerpa
Kita terjebak kata-kata
Berputar mencari kambing hitam
Sambil berpura-pura lupaakan pengrusakan hutan
Sambil berpura-pura benci pada korupsi
Negeri ini negeri politisi
Kaya rencana
Miskin aksi
Banyak berebut hak
Miskin berbagi tanggung jawab
Negeri ini negeri diksi
Miskin eksekusi
[Denpasar, 2006]
diksi = pilihan kata (dari Tesaurus Bahasa Indonesia oleh Eko Endarmoko);ditulis oleh drs U. Saefudin Noer Msi, seorang banker yang juga aktif menulis puisi.•

Salam, Amru

Read more...

Jakarta Declaration on Responsible Practices for Sharing Avian Influenza Viruses and Resulting Benefits

Jakarta Declaration on Responsible Practices for Sharing Avian Influenza Viruses and Resulting Benefits [Jakarta, 28 March 2007]

Walaupun sudah agak terlambat, perlu diberitakan dalam Pewarta KBN ini adanya pertemuan tinkat tinggi, yaitu para Menteri Kesehatan di negeri yang ada flu burung dan negeri terkait lain, mengenai penanganan virus flu burung. Dalam deklarasi ini diakui perlunya berbagai persebaran informasi, data dan spesimen biologi secara terbuka, tepat-waktu, dan merata, yang terkait dengan influenza dan manfaat-manfaatnya.

Para Menteri Kesehatan menyadari bahwa penilaian risiko global dan tanggapan risiko terhadap ancaman pandemi influenza, memerlukan upaya bersama di antara negara-negara, mitra internasional, termasuk organisasi-organisasi PBB, badan-badan pemberi donor, industri, dan organisasi-organisasi kemasyarakatan.Pertimbangan ini semua akan menjadi bagian dari WHO Best Practices for Sharing Influenza Viruses and Sequence Data.•[setkbn1007]

Read more...

Sekretariat KBN mengelola situs web-nya sendiri

Setelah menjalani masa eksperimen dengan menjalankan situs web KBN di bawah naungan situs biotek.lipi.go.id, mulai awal Oktober 2007 ini situs KBN sudah migrasi ke tempatnya sendiri; sekarang dengan alamat www.kbnindonesia.org.

Walaupun masih dicari desain akhir yang lebih ‘bersih' dan juga ‘enak dibaca oleh mereka yang tidak berbahasa Indonesia' (khususnya bahasa Inggris), situs ini sudah bisa menerima kunjungan tamu, untuk informasi kebioetikaan Indonesia.Semoga dengan ini KBN akan maju satu langkag lagi dalam mengemban tugasnya.KBN baru saja melewati ulang tahunnya yang ke-3.•[setkbn1007]

Read more...

Seminar dan Lokakarya Isyu Etika dalam Penelitian Kesehatan Reproduksi

Seminar dan Lokakarya Isyu Etika dalam Penelitian Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga2-4 Juli 2007
Dewasa ini masalah etika penelitian menjadi bagian penting dalam dunia pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut, Kelompok Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, sebagai salah satu collaborating centre WHO di bidang Kesehatan Reproduksi di Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia menyelenggarakan seminar dan lokakarya mengenai etika penelitian.

Seminar ini melibatkan partisipasi dari perguruan tinggi di Surabaya khususnya dan Jawa Timur umumnya untuk mendiskusikan serta menyamakan persepsi mengenai etika penelitian dibidang kesehatan reproduksi.

Lokakarya mengenai metoda penyusunan ethical clearance yang diterapkan untuk penelitian bidang kesehatan reproduksi akan melibatkan peneliti aktif dari berbagai institusi di Surabaya dan Jawa Timur umumnya.

Prof. Dr. Ir. Carunia Mulya Firdausy, Deputi Bidang Dinamika Masyarakat Kementerian Ristek memberi sambutan Pembukaan. Pengarahan mengenai Bioetika sebagai keynote speech "KBN, harapan dan peluang" disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Tien R Muchtadi, MSi, Wakil Ketua Komisi Bioetika Nasional/Deputi Pengembangan Sipteknas Kementerian Ristek. Selain itu Dr Amru Hydari Nazif, Sekretaris Komisi Bioetika Nasional, menyampaikan pandangannya mengenai Universal Declaration on Bioethic : kisah, perjalanan rumusan dan prospeknya.•[setkbn1007]

Read more...

Ethics of Energy Technologies in Asia and the Pacific

Ethics of Energy Technologies in Asia and the Pacific [Bangkok, 26-28 September 2007]

Pertemuan ini menjadi ajang dialog secara interdisiplin, dan telah berlangsung semarak. Banyak yang datang dengan gagasan lama, dan tidak sedikit yang memperkenalkan cara-cara ‘community engagement' sebagai bagian dari etika yang baru. Semua ini didorong oleh ancaman terjadinya pemanasan global, dan kenyataan bahwa sumber energi konvensional untuk pertumbuhan ekonomi semakin langka.

Apa pilihan sesudah minyak bumi, gas alam, dan batubara ?
Apakah ada jalan mempertemukan penggunaan sumber energi baru, tapi lama, yaitu nuklir dan sumber lain yang masih tertinggal dalam pengembangannya, seperti biofuel ?
Ikuti isyu ini dengan perspektif etika energi, barangkali Anda akan dapat menemukan celah untuk pengembangan energi sebagai penggerak kemajuan atau pertumbuhan ekonomi. Untuk itu jaringan yang disepakati dalam forum ini akan terus bekerja secara jarak jauh, melalui pertukaran informasi, dan hal lain yang dipandang perlu.

Persoalan yang dihadapi berdimensi banyak : community engagement, human rights, energy independence in planning; ethical framework for developing research agendas and policy, dan beberapa topik lain lagi.
Dari Indonesia hadir tiga orang, yaitu Ir. Nuah Perangin-angin (Lemigas), Dr. Oberlin Sidjabat (Lemigas), dan Amru Hydari Nazif (KBN).ahn1007

Read more...

Bioetika dan Media

"Adapting the Best Science to Headline News. ... adapting the best science to headline news is arguably one of the biggest challenges we face as a society today. On issues ranging from GM crops, climate change, the MMR vaccine, nuclear waste, nuclear power, new drugs like Herceptin, human/animal embryos, animal research etc etc - society has big decisions to make and probably all of us would say that we want access to the best, most accurate information before we arrive at a decision.

[Fiona Fox, Director of the Science Media Centre]

Untuk mencari dan mendekatkan pandangan mengenai arti penting ilmu pengetahuan, telah digelar suatu acara diskusi terbuka di LIPI Cibinong pada tanggal 18 September yang lalu. Diskusi terbuka ini mempertemukan peneliti keanekaragaman hayati dengan pelaku di bidang media cetak.

Ilmuwan diwakili oleh Prof. Endang Sukara, Dr. Herwasono Soedjito, dan Dr, Didik; ketiganya peneliti yang banyak mendalami lika-likunya keanekaragaman hayati Indonesia. Yang hadir memberi pandangan mereka dari dunia pers ialah Irwan Julianto dari KOMPAS dan Dodi Hidayat dari Koran Tempo.

Dari dunia pers diperoleh masukan dan pembahasan yang menguraikan kebijaksanaan menyampaikan berita di lingkungan media. Uraian ini diarahkan ke pemberitaan dengan topik dari dunia ilmu pengetahuan dan teknologi. Topik "keanekaragaman hayati" dijadikan fokus awal diskusi.

Acara ini diharapkan dapat berkembang terus, menuju wujud 'bioethics and media center', tempat bertemunya dua kepentingan yang mungkin tidak selalu sejalan dalam pemberitaan ilmu pengetahuan di media, dalam arti "opinion and argument".
Inilah salah satu jalan menuju pertemuan Asian Bioethics Conference ke-9, yang akan diselenggarakan di Yogyakarta, November 2008.[ahn0907]

Read more...

Uji Coba Monyet Diprotes

Prof. drh. Dondin Sayuthi, Ph.D. menanggapi artikel "Uji Coba Monyet Diprotes" yang dimuat pada Pewarta KBN, Nomor 3, Tahun ke-2, Mei-Juni 2007, yang diambil dari Media Indonesia 14 Desember 2006.

"Ada tiga aspek yang hendak ditanggapi sehubungan dengan tulisan tersebut :

1. Soal Monyet

Soal monyet yang menjadi hewan coba. Monyet kita pahami sebagai satwa primata yang memiliki filogenetika yang dekat dengna manusia. Karena itu, keberadaan monyet sebagai hewan coba sering dikaitkan dengna peran monyet sebagai hewan model untuk menjelaskan kejadian dan terjadinya penyakit pada manusia. Tidak ada pilihan yang bisa menjadi alternatif lain, kecuali menempatkan monyet sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang diamanatkan kepada manusia (sebagai khalifah di muka bumi) untuk dimanfaatkan secara bijaksana dan lestari.
Pemanfaatan moinyet secara bijaksana untuk kesejahteraan manusia dewasa ini sudah mencapai kemajuan yang menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dengan adanya tiga indikator.
Indikator pertama adalah adanya ketentuan internasional bahwa pengunaan monyet sebagai hewan labotorium hanya diperbolehkan untuk kepentingan sains, seperti penelitian, pendidikan, pengajaran, dan uji coba.
Khusus penggunaan monyet sebagi hewan-coba, baru diijinkan manakala obat-obatan ataupun bahan biologi lainnya yang diuji-coba, seperti vaksin sudah melalui uji coba pada spesies yang memiliki filogenetik lebih rendah dari primata, seperti pada mencit, tikus dan kelinci. Bahkan selain melalui pengujian in-vivo tersebut, uji coba perlu didahului dengan uji-coba in-vitro maupun simulasi dengan permodelan komputer. Dengan ketentuan ini, maka penggunaan monyet untuk tujuan sains jelas dari tahun ke tahun semakin menurun, sejalan dengan semakin pahamnya kalangan peneliti tentang konsep-konsep bioetika.
Indikator yang kedua, semua jurnal internasional sepakat untuk tidak mempublikasikan penelitian menggunakan hewan laboratorium yang tidak melalui ethical clearance yang dilakukan Komisi Kesejahteraan Hewan (Institutional Animal Care and Use Committee, IACUC) yang memang harus dimiliki oleh institusi penelitian menggunakan hewan laboratorium.
Mengantisipasi hal ini Departemen Kesehatan RI, telah mengeluarkan Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan, khususnya Suplemen II yang mengatur Etika Penggunaan Hewan Coba. Ketentuan ini dirumuskan oleh Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Pada prinsipnya upaya ini untuk mengimplementasikan konsep kesejahteraan hewan yang terkenal dengan konsep 5 Freedom, yaitu bebas dari rasa lapar, rasa haus, rasa sakit/penyakit, rasa tidak nyaman yang kronis, bebas dari cekaman, dan juga dapat mengekspresikan sifat alamiahnya.
Indikator ketiga, di negara-negara maju bahkan di Indonesia, telah dikembangkan jejaring (network) antar peneliti untuk mengoptimalkan pemanfaatan hewan laboratorium, termasuk monyet, sehingga tidak ada sumber informasi yang terbuang. Ketiga monyet itu harus "dikorbankan untuk kesejahteraan manusia", maka semua organ dan jaringan benar-benar dimanfaatkan untuk dikaji secara terpadu dan menyeluruh. Bila pada kurun itu tidak dimanfaatkan maka organ dan jaringan tersebut disimpan dalam bank "organ & jaringan". Upaya ini merupakan implementasi dari konsep 3-R, yaitu Reduce, Replace dan Refine.

2. Soal Bioetika

Kita menyadari bahwa perkembangan konsep bioetika berkaitan erat dengan perkembangan peradaban manusia. Dan, sebagai manusia, suatu pemahaman sangat berkaitan erat dengan pengetahuan, pengalaman dan persepsi. Dengan penjelasan tersebut di atas, besar harapan kami akan memberikan pengetahuan baru, bahwa penggunaan monyet sebagi hewan laboratorium telah melalui koridor-koridor kesepakatan internasional maupun motivasi untuk menghargai hewan sebagai ciptaan Tuhan dan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan manusia.
Dalam konteks pengalaman, kita banyak mempelajari bahwa manusia terhadap penggunaan hewan laboratorium sangatlah beragam. Pada titik yang ekstrim, kita melihat adanya kelompok yang sangat mencintai hewan dan selalu memperjuangkan hak hewan. Mereka itu kita kenal sebagai animal lover dan animal right people. Sedangkan di lain pihak kita mengenal kelompok yang sangat mengeksploitasi hewan untuk berbagai macam kesenangan dan bahkan kejahatan. Mereka kita sebut sebagai animal exploitation. Pengkajian etika dalam pemanfaatan hewan tentu harus mampu menempatkan garis-garis koordinat terhadap dua aliran persepsi yang sangat berbeda. Dalam konteks penggunaan hewan, aspek etika kita bahas dalam konsep kesejahteraan hewan (animal welfare), sedangkan dalam konteks lebih luas kita mengharapkan iatu dibahas dalam konsep bioetika.
Persoalannya, bagaimana masyarakat Indonesia dapat memahami tentang konsep bioetika tersebut, tentu harus melalui strategi komunikasi yang arif dan bijaksana. Memaparkan suatu fakta dengan tanpa menyertakan pembahasan aspek bioetika, sudah tentu akan membangun persepsi yang salah di kalangan pemcaca, sebagaimana kita dapatkan pada artikel tesebut. Tanggapan ini sangat penting kami utarakan sehingga tidak menuai hasil yang kontra produktif terhadap program pengembangan biomedis nasional yang sedang dibangun dalam rangka kemandirian bangsa.

3. Soal Antisipasi

Mengantisipasi berbagai perkembangan aliran yang semakin tajam di kalangan masyarakat tentang penggunaan hewan coba, maka kami menawarkan suatu kepakaran yang barangkali dapat dimanfaatkan. Dalam konteks itu Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia, melalui Musyawarah Kerja Nasional telah meresmikan Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Laboratoium. Di dalam organisasinya, terdapat dokter hewan spesialis yang secara khusus dilatih untuk menguasai aspek teknis dan non teknis dalam penyelenggaraan hewan laboratorium. Organisasi ini kiranya dapat dijadikan rujukan atas pembahasan bioetika sehubungan dengan penyelenggaraan hewan laboratirum."
Demikian tanggapan Prof. Dondin.[ken0907]

Read more...

News Bioteknologi

Welcome to Research Center for Biotechnology LIPI

The Ninth Asian Bioethics Conference

Footnote

Contents by KBN ; bio ethics pict from nature_01 template; modified & maintenance by Ahmad S.S

  © Free Blogger Templates Joy by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP