tag:blogger.com,1999:blog-283142292024-03-13T15:06:48.342+07:00Komisi Bioetika NasionalMedia Komunikasi dan Informasi Komisi Bioetika Nasional Indonesia dengan Masyarakat.
<br><br>
Sekretariat:
<br>Sasana Widya Sarwono LIPI, Lantai II Jl. Jend. Gatot Subroto No. 10 Jakarta 12710; <br>Telp. : 021-5225711 ext.361 ; Fax.: 021-5207226 ; <br>E-mail: kbnindonesia@gmail.comUnknownnoreply@blogger.comBlogger78125tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-59307724609118176312018-09-26T10:14:00.004+07:002018-09-26T10:18:06.738+07:00KOMISI BIOETIKA NASIONAL memiliki situs baru komisibioetikanasional.biologi.lipi.go.id<span id="fullpost">KBN memiliki situs web baru di alamat <a href="http://komisibioetikanasional.biologi.lipi.go.id/">http://komisibioetikanasional.biologi.lipi.go.id</a> melalui situs baru ini diharapkan KBN dapat memberikan layanan informasi lengkap terkait bioetika di tingkat nasional</span>KBNhttp://www.blogger.com/profile/08040675878904711298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-74597022321770081682011-06-29T13:48:00.000+07:002011-06-29T13:50:07.018+07:00PRESS RELEASE ASOSIASI SEL PUNCA INDONESIA<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> Symposium Stem Cell Research and Application in Indonesia: Progress and Future<br /><br /><br />Jakarta, 11 Juni 2011 – Asosiasi Sel Punca Indonesia (ASPI) akan menyelenggarakan Simposium bertema “Stem Cell Research and Application in Indonesia: Progress and Future” di Jakarta, pada tanggal 9 – 10 Juli 2011. Acara ini bermanfaat bagi para dokter (umum/spesialis), pengelola Rumah Sakit/Klinik/Anti Aging Center, pengambil kebijakan, peneliti dan para pemerhati bidang stem cell / sel punca lainnya yang berminat meng-update pengetahuan dan teknologi sel punca."Penelitian tentang sel punca manusia sudah banyak dilakukan oleh sejumlah peneliti pada beberapa pusat penelitian di Indonesia. Simposium ini, bertujuan melakukan sosialisasi penelitian dan pengembangan sel punca serta memperkuat kerjasama di antara para pelaku sel punca, peneliti maupun praktisi/dokter." jelas Prof. Dr. Amin Soebandrio, dr., SpMK, Ketua Dewan Ilmiah ASPI.Para peserta simposium yang diadakan di Hotel Sari Pan Pacific ini, bisa menghadiri kelas-kelas yang berjalan paralel seperti: Dasar-dasar Stem Cell I, II, III, Manfaat sel punca untuk penyakit tulang (orthopedi), saraf (neurologi), kulit, kencing manis dan endokrin, kanker (onkologi), anti aging, jantung (kardiologi). Acara yang akan menghadirkan pembicara tamu, Prof. Lee Eng Hin, MD W.Ont., FRCS(C) dari Singapura ini, merupakan kerjasama ASPI dengan KEMENRISTEK RI, IDI, FKUI/RSCM, Kalbe Farma dan SCI serta didukung oleh para sponsor lainnya. Tak ketinggalan pula akan dibahas mengenai aspek ELSI (ethical, legal, dan social implications) dari riset dan aplikasi sel punca oleh para pakar dari Indonesia seperti: Prof Dr Umar Anggara Jenie, MSc, Prof Dr dr R Sjamsuhidajat Ronokusumo, SpBD dan Prof Dr dr H Farid Anfasa Moeloek, SpOG. Selengkapnya topik dan pembicara, klik: http://aspikonas2011.wordpress.com/ Meskipun di Indonesia, sudah dilakukan berbagai macam penelitian sel punca, namun kondisi di luar negeri (seperti di ASEAN: Singapura, Thailand, Malaysia dan Filipina) keadaannya sudah lebih maju lagi. Hal ini terlihat dengan macam-macam layanan dan produk yang ditawarkan." ujar drg. Ferry Sandra, Ph.D., Ketua Dewan Pelaksana ASPI. Diharapkan dengan adanya Simposium ini, lanjut Ferry, para dokter dan pemangku kepentingan lainnya bisa saling mengupdate ilmu mengenai teknologi kesehatan yang menjanjikan ini.Seperti diketahui saat ini di Indonesia sudah dilakukan penelitian untuk aplikasi klinis seperti: terapi sel punca pada infark jantung, kerusakan jaringan tulang rawan (kartilago) pada osteoartritis, luka bakar, penyakit neurodegeneratif serta terhadap efek-efek penuaan (anti aging) maupun estetik. Melalui kegiatan ini diharapkan akan terjadi harmonisasi dan sinergi yang kuat diantara para peneliti dan institusi-institusi pemerintah maupun swasta yang mendukung penelitian dan pengembangan aplikas sel punca di Indonesia.Sekilas tentang ASPIAsosiasi Sel Punca Indonesia (ASPI) adalah organisasi non profit yang didirikan pada tahun 2008 dengan tujuan menjadi sumber terpercaya untuk hal yang berhubungan dengan sel punca. ASPI mendukung pertukaran dan penyebaran informasi dan ide-ide yang berhubungan dengan sel punca serta untuk memajukan penelitian sel punca dan kegunaannya guna mencapai tujuan akhir yaitu meningkatkan kesehatan dan ilmu pengetahuan di Indonesia. Hingga saat ini, ASPI telah memiliki 300-an anggota dan 2 cabang di Surabaya dan Malang. ASPI juga giat menyelenggarakan seminar dan workshop baik untuk para anggota dan masyarakat luas. Sejak tahun 2008 hingga kina telah dilaksanakan lebih dari 10 kali seminar skala nasional</span></div>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-5744602354849987562010-03-05T11:32:00.000+07:002010-03-05T11:34:16.927+07:00BIOETHICS DATABASE<span style="font-family:Arial;color:#663300;"><b>The <a href="http://databases.unesco.org/bioethics/wwwi32.exe/%5Bin=interro.in%5D/"><span style="font-variant: small-caps;"><span style="font-size:100%;">Bioethics Database</span></span></a> was created in 1998 and is being updated since on a regular basis. It comprises over 645 bioethics institutions (bioethics committees, commissions, training, research and documentation centres) in over 80 countries, including information on activities and publications.</b></span> <span style="font-family:Arial;color:#663300;"><b><br />Information is based on replies obtained from a widely distributed questionnaire and has been gathered in cooperation with National Commissions and Permanent Delegations to UNESCO.</b></span> <p> <span style="font-family:Arial;"> <span style="color:#663300;"><b><br /> UNESCO<br /> <a href="http://www.unesco.org/bioethics"> <span style="font-variant: small-caps;"> <span style="font-size:100%;"> Division of Ethics of Science and Technology</span></span></a><br /> 1, rue Miollis<br /> 75732 Paris Cedex 15, France<br /> fax:(33-1) 45 68 55 15<br /> email: <a href="mailto:geo2@unesco.org">geo2@unesco.org</a><br /> Internet: <a href="http://www.unesco.org/bioethics"> http://www.unesco.org/bioethics</a></b></span><span style="color:#006699;"><br /> </span> </span> </p> <span id="fullpost"><br /></span>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-35580406439957167752010-02-02T14:25:00.002+07:002010-02-02T14:27:56.040+07:00BIOETIKA : Sebuah Pengantar<a href="http://1.bp.blogspot.com/_ErF2Wnrun2M/S2fTtoXJc5I/AAAAAAAAAEw/vWY4fNdy8jE/s1600-h/image007.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5433544256327873426" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 81px; CURSOR: hand; HEIGHT: 120px" alt="" src="http://1.bp.blogspot.com/_ErF2Wnrun2M/S2fTtoXJc5I/AAAAAAAAAEw/vWY4fNdy8jE/s200/image007.jpg" border="0" /></a><br /><div>William Chang, OFM Cap.Cet.1, 2009, 135 x 200 mm, 177 hlm, KANISIUSHarga Rp 30.000,-Kategori : TeologiISBN : 978-979-21-2289-3Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247 <span id="fullpost"><a href="http://biblikaindonesia.blogspot.com/">Yayasan Lembaga Biblika Indonesia</a><br /><br /><a href="http://3.bp.blogspot.com/_F6mw1CQIusk/SoEiHTG6OOI/AAAAAAAAA4k/eSTufL5yobI/s1600-h/bioetika+copy.jpg"></a><br /><br /><br />Buku kecil ini menolong pembaca untuk mendalami makna hidup, seksualitas, kesehatan, penyakit, kematian, dan perpanjangan hidup. Bagaimanakah manusia seharusnya menghargai hidup, menjunjung harkat dan martabat manusia, dan mengambil keputusan-keputusan penting mengenai hidup? Mengapa tidak semua campur tangan medis dengan dunia teknologi modern tidak dapat diterima dari sudut tinjau iman? Bagaimanakah pandangan global tentang manusia yang mencari kesempurnaan dalam hidupnya? Jawaban atas rentetan pertanyaan di atas tersembunyi dalam buku ini.</span> </div>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-28501326715179057282010-02-02T14:22:00.001+07:002010-02-02T14:24:14.280+07:00Konferensi Bioetika; Rekayasa Genetis Ternak dan Pangan Masih Jadi Perdebatan Etika 4 November 2008<div align="justify">Rekayasa genetis pada ternak serta teknologi pangan transgenik masih menjadi bahan perdebatan etika. Penerapan teknologi tersebut bisa meningkatkan produksi demi mencukupi kebutuhan pangan umat manusia, tetapi sering kali tidak sejalan dengan keserasian alam dan nilai kemanusiaan. Persoalan bioetika tersebut mengemuka dalam Konferensi Kesembilan Bioetika Asia yang pembukaannya berlangsung di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Senin (3/11). Mengusung tema ”Hidup Sehat dan Produktif, Serasian dengan Alam”, konferensi yang akan berlangsung selama lima hari itu menampilkan 100 pembicara dari 24 negara. <span id="fullpost"><br /><br />Dalam sambutannya, yang dibacakan Deputi Menteri Negara Riset dan Teknologi Bidang Pengembangan Sistem Iptek Nasional Amin Subandrio, Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman menyebutkan, bioetika tidak hanya membahas dampak penelitian pada manusia, tetapi juga bagi organisme lain demi keserasian alam. Oleh karena itu, etis tidaknya penerapan rekayasa genetika yang menyiksa pada ternak hingga saat ini masih menjadi pertanyaan.<br /><br />Kusmayanto menjelaskan, dengan rekayasa genetika, produksi ternak bisa meningkat pesat. Namun, rekayasa genetika juga diketahui membuat ternak menderita. Contohnya, suntikan hormon bovine somatotrophin (bST) pada sapi untuk meningkatkan produksi susu hingga 15 persen. Namun, seiring dengan itu, tingkat penyakit pada sapi pun meningkat sehingga umur sapi menurun. ”Etiskah kita menyiksa ternak demi memenuhi kebutuhan umat manusia?” ujar Kusmayanto.<br /><br /><strong>Jebakan pangan<br /></strong><br />Kusmayanto mengatakan, bioetika juga sangat penting bagi negara yang mengalami ”jebakan pangan” seperti Indonesia. Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Umar Anggara Jenie mengatakan, pemindahan gen dari satu makhluk ke makhluk lain dalam metode transgenik juga masih menjadi perdebatan etika di bidang pertanian dan peternakan.”Pertanyaan yang ingin kita perjelas adalah apakah etis kita memindah-mindahkan gen manusia ke tubuh hewan atau tumbuhan hanya untuk meningkatkan produksinya,” kata Umar Anggara. (IRE)<br /><br />Sumber: Kompas, Selasa, 4 November 2008 01:02 WIB</span></div>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-27990905282014047372010-02-02T14:17:00.002+07:002010-02-02T14:20:27.424+07:00Bioetika Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas<a href="http://1.bp.blogspot.com/_ErF2Wnrun2M/S2fR7W2GEFI/AAAAAAAAAEo/t2wMtZR4lsQ/s1600-h/image005.png"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5433542293120749650" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 50px; CURSOR: hand; HEIGHT: 50px" alt="" src="http://1.bp.blogspot.com/_ErF2Wnrun2M/S2fR7W2GEFI/AAAAAAAAAEo/t2wMtZR4lsQ/s200/image005.png" border="0" /></a><br /><div>Artikel ini perlu <a title="Wikipedia:Merapikan artikel" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Merapikan_artikel">dirapikan</a> agar memenuhi standar WikipediaMerapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau <a title="Wikipedia:Wikifikasi" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Wikifikasi">wikifikasi artikel</a>. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini. <span id="fullpost"><br /><br />Bioetika adalah <a title="Biologi" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Biologi">biologi</a> dan <a title="Ilmu kedokteran" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_kedokteran">ilmu kedokteran</a> yang menyangkut masalah di bidang kehidupan, tidak hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan kemungkinan timbulnya pada masa yang akan datang.<br />[<a title="Sunting bagian: Tiga etika dalam bioetika" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bioetika&action=edit&section=1">sunting</a>] </span></div><div></div><div> </div><div>Tiga etika dalam bioetika<br />1. Etika sebagai nilai-nilai dan asa-asas moral yang dipakai seseorang atau suatu keloompok sebagai pegangan bagi tingkah lakunya.<br />2. Etika sebagai kumpulan asas dan nilai yang berkenaan dengan moralitas (apa yang dianggap baik atau buruk). Misalnya: Kode Etik Kedokteran, Kode Etik Rumah Sakit.<br />3. Etika sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dari sudut norma dan <a title="Fransese Abel (halaman belum tersedia)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Fransese_Abel&action=edit&redlink=1">Fransese Abel</a> merumuskan definisi tentang bioetika yang diterjemahkan Bertens sebagai berikut: </div><div></div><div> </div><div>Bioetika adalah studi interdisipliner tentang problem-problem yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik pada skala mikro maupun pada skala makro, lagipula tentang dampaknya atas masyarakat luas serta sistim nilainya kini dan masa mendatang.</div>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-91640582899418438172010-02-02T14:12:00.004+07:002010-02-02T14:30:55.439+07:00Bioetika Indonesia: informasi dari internet<a href="http://1.bp.blogspot.com/_ErF2Wnrun2M/S2fQ30pEjgI/AAAAAAAAAEg/RqBnTRMD-zc/s1600-h/image004.gif"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5433541132888083970" style="WIDTH: 200px; CURSOR: hand; HEIGHT: 157px" alt="" src="http://1.bp.blogspot.com/_ErF2Wnrun2M/S2fQ30pEjgI/AAAAAAAAAEg/RqBnTRMD-zc/s200/image004.gif" border="0" /></a><br /><div>Bioetika Indonesia: informasi dari internet</div><br /><div></div><div><span id="fullpost"><strong>Bioethics</strong> encompasses a field that is wider than just the relationship between the individual physician and the patient, one that includes a professional responsibility toward all form of life as well as the specific ethos that must prevail in modern form of institutionalized and organized medicine.(Sass, 1990)<br /><br /><strong>Bioetika</strong> adalah studi interdisiplin tentang masalah-masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan biologi dan kedokteran, baik dalam skala mikro, serta dampaknya pada masyarakat sistem nilai kini dan di masa yang akan datang. (Abel, 1997)</span></div><div></div><div><strong>Bioetika</strong> adalah disiplin yang berkaitan dengan moralitas pelayanan kesehatan, yang menyangkut dokter, pasien, institusi pemberi pelayanan kesehatan, dan kebijakan pelayanan kesehatan. (McCullough, 1994)<br /><br />A discipline with a variety of methodologies for considering the implications of medical technology and treatment choices and asking what ought to be. (Vincler. LA, 2004)<br />Bioetika adalah penjelmaan dari Etika Kedokteran yang sudah tidak mampu lagi menampung permasalahan-permasalahan yang berkembang dalam bidang medik, juga karena menyangkut disiplin lain.</div><br /><div></div><div>Catatan Set KBN: FK UnAir mengelola situs FK, denan halaman khusus bioetika. Di halaman depan khusus bioetika dari situs, <a href="http://dev.fk.unair.ac.id/id/bioetik/bioetika.html">http://dev.fk.unair.ac.id/id/bioetik/bioetika.html</a> (19 Oktober 2009):</div>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-91057520121663625442010-02-02T14:02:00.003+07:002010-02-02T14:10:10.663+07:00Opening of the Sixth Session of the Intergovernmental Bioethics Committee (IGBC)<div align="justify"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_ErF2Wnrun2M/S2fOXa7XctI/AAAAAAAAAEY/dn-viqH62Y4/s1600-h/image001.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5433538377206428370" style="WIDTH: 150px; CURSOR: hand; HEIGHT: 122px" alt="" src="http://2.bp.blogspot.com/_ErF2Wnrun2M/S2fOXa7XctI/AAAAAAAAAEY/dn-viqH62Y4/s200/image001.jpg" border="0" /></a> © UNESCO/A.<br /><br />Wheeler On 9 July 2009, the Director-General of UNESCO, Mr Koïchiro Matsuura, opened the Sixth Session of the Intergovernmental Bioethics Committee (IGBC) at UNESCO Headquarters. The Director-General welcomed the representatives of the Committee’s 36 Member States, and congratulated Mr Jude Mathooko, the outgoing President of the IGBC, for the work accomplished during his mandate. <span id="fullpost"> <br /><br />Recalling the outcome of the actions led by UNESCO in the field of bioethics during the past 10 years, Mr Matsuura assessed that “UNESCO, with the valued help of the IGBC, was able to live up to the expectations of the international community. The three universal declarations of 1997, 2003 and 2005 signalled a huge rupture in the history of bioethics by allowing the acknowledgment of universally accepted norms on complex issues such as the genome, the human genetic data and bioethics principles. In addition, we were able to introduce valued analysis, teaching, research and capacity-building programs”. <br /><br />“In this process”, emphasized the Director-General, “the IGBC played a fundamental role. As a complement to the International Bioethics Committee (IBC), it provided essential pluralistic viewpoints and political perspectives, allowing the States to voice their needs and expectations and to always contribute relevant opinions”.<br /><br /><br /><br />“With the growing internationalization of scientific and medical research and the globalization of ethical issues, the need for a better understanding of the ethical challenges became extremely apparent”, continued the Director-General. He then brought up the two questions on the agenda of the IBC and IGBC work plan for 2008-2009: the question of social responsibility and health, and the question of human cloning and international governance.<br /><br /><br /><br />Recalling that the 1997 Universal Declaration on the Human Genome and Human Rights had established the principle of banning the “practices which are contrary to human dignity, such as reproductive cloning of human beings” (article 11), Mr Matsuura emphasized the extent of the evolution of scientific practices in the areas of cloning and of the use of stem cells, particularly pluripotent stem cells.<br /><br /><br />“On the issue of cloning, it is important that UNESCO and the international community continue to engage in the debate, using legal frameworks if judged necessary”, concluded the Director-General. He called upon UNESCO to “always be prepared to counter emerging ethical challenges and to find ways and means to solve these challenges through international cooperation, in a spirit of consensus”.<br /></div></span>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-67161935883548193952010-02-02T13:59:00.001+07:002010-02-02T14:01:26.780+07:00COMMISSION ON GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (CGRFA)<p align="justify">Dalam persidangannya yang ke-11 (Eleventh Regular Session) di Roma, 11-15 June 2007, CGRFA mengagendakan upaya mengatasi ‘duplication’ dan ‘gap’ dalam injauan etika: Ethical questions regarding biotechnologies as they relate to genetic resources for food and agriculture<br /><br />Identifikasi masalah ini disajikan dalam dua butir berikut ini:<br /><span id="fullpost">Duplication<br />A number of forums, panels and policies are active on the issue of ethics regarding<br />biotechnologies in general e.g.:<br />the UN Inter-Agency Committee on Bioethics, UNESCO’s World Commission on the Ethics of Scientific Knowledge and Technology (COMEST),<br />UNESCOs Bioethics Programme,<br />the FAO Panel of Eminent Experts on Ethics in Food and Agriculture and<br />the WHO Ethics and Health Initiative). UNESCO is well advanced in the development of a Declaration on Universal Norms on Bioethics.<br /><br />Gaps<br />The following possible gaps were identified:<br />• There is no international framework for the consideration of ethical issues in the application and use of biotechnologies, including in the area of food and agriculture.<br />• There may be a case to develop a Declaration which parallels the structure of the UNESCO declaration specifically for bioethics in relation to biotechnologies relevant to genetic resources for food and agriculture.<br /><br />Pembahasan di atas ini baik untuk disimak. Di mana-mana hal seperti ini terjadi.<br />Walaupun tidak selalu merugikan, adanya ‘duplikasi’ perlu disadari sehingga terbuka jalan untuk menengahinya di ‘lapangan’.<br />Pengamatan seperti ini pula akan mengantar kita pada jalan konstruktif bagi semua pihak untuk maju. [setkbn1009]<br /><br /></p></span>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-6987236059037810232010-02-02T13:49:00.006+07:002010-02-02T14:02:36.987+07:00Sixth Session of the Intergovernmental Bioethics Committee (IGBC)<div align="justify"><em>held at UNESCO Headquarters in Paris on 9 and 10 July 2009.</em></div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify">IGBC had the opportunity to examine and further comment on the new draft report drawn up by IBC on social responsibility and health and examined the Report of IBC on Human Cloning and International Governance. The following Member States of IGBC were represented: Colombia, Cuba, Czech Republic, Democratic People’s Republic of Korea, Denmark, Dominican Republic, France, Germany, India, Indonesia, Iran (Islamic Republic of), Jamaica, Japan, Kenya, Lebanon, Madagascar, Mauritania, Mauritius, Netherlands, Peru, Philippines, Poland, Republic of Korea, Russian Federation, Saudi Arabia, Senegal, Syrian Arab Republic, Slovakia, United Republic of Tanzania, United States of America, Uruguay and Zambia. The Committee elected its Bureau on the proposals put forward by the electoral groups, as follows: Mr Abdulaziz Al Swailem (Saudi Arabia) as Chairperson; Ms Cheryl Brown (Jamaica), Ms Linda Nielsen (Denmark); Mr Rem Petrov (Russian Federation) and Mr Endang Sukara (Indonesia) as Vice-Chairpersons; and Mr Faneva Randrianadraina (Madagascar) as Rapporteur.<br /><br /><span id="fullpost"><br /></div></span><br /><div align="justify"> </div>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-61583382768146203372010-02-02T13:45:00.002+07:002010-02-02T13:48:57.083+07:0010th World Congress of Bioethics,Singapore, 28 – 31 July 2010!<div align="justify">Theme: Bioethics in a Globalised WorldSingapore is a young country but a global player in economics and increasingly in biomedical research. It is a great honour for Singapore to host the Congress, and we believe it will go far to establish Singapore as a regional centre and facilitator for bioethics. It also provides a great opportunity for delegates to consider the theme of the Congress, which is Bioethics in a Globalised World. <span id="fullpost"><br /><br />The WCB is a major conference and we are sure you would not be on this page unless you have some desire to be here in 2010. We have laid out the site to make it as easy as we can for you to get the information you need, and to make the registration process as simple as possible. We have also tried to make it easy for you to give us feedback, so that we can quickly improve anything not up to expectation. </span><br /><span style="font-size:0;"><br /></span><span style="font-size:100%;">The programme will develop as registration proceeds, but the themes already provide an indication of the direction of the Congress. We also plan to make available a variety of recommendations and options for social and cultural events, and generally to ensure you have a good chance to take advantage of leisure moments during your visit.We look forward to welcoming you in 2010.<br /><br />The Organising Committee of the 10th WCB<br />http://www.bioethics-singapore.org/wcb2010/</span></div>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-44547028989777308722010-02-02T13:26:00.000+07:002010-02-02T13:44:11.492+07:00Pewarta KBN, Vol. 4, No. 4, September – Oktober 2009<div align="justify">Dari meja Penyunting Bila ditelusuri informasi di ‘internet’ melalui pelacakan search engine Google untuk kata kunci ‘bioetika’, informasi yang berasal dari Indonesia datang dari ribuan sumber. Menarik untuk melihat situs web yang diikhtisarkan dalam temuan Google ini (lebih dari 100 ribu entri). Kita dapat merasakan sampai di mana pemahaman ‘bioetika’ di tengah masyarakat luas, bahkan dengan sedikit upaya, kita akan bisa memperkirakan seberapa pemahaman mengenai ‘bioetika’ ini di kalangan ilmuwan Indonesia. Kata kunci ‘bioetika’ mengantar kita -- dalam sepuluh pilihan pertamanya -- ke kegiatan seminar, loka karya, atau karya tulis lain (skripsi, dll). Wikipedia Indonesia, ensiklopedi yang disusun dari masukan siapa saja, tidak kunjung mengembangkan topik ‘bioetika’ ini.</div><div align="justify"> <span id="fullpost"><br />Di dunia internasional, kata kunci ‘bioethics’ mengantar kita -- dalam sepuluh pilihan pertamanya -- ke Wikipedia, American Journal of Bioethics, President’s Council, bioethics resources in the Web, dst. Himpunan informasinya adalah himpunan lembaga yang sudah mapan dan dikelola secara profesional.<br /><br />Kita kembali ke kutipan yang sudah sering dikemukakan di lingkungan KBN, yaitu bahwa Universal Declaration on Bioethics and Human Rights dilandasi oleh kesadaran bahwa: “ … ethical issues raised by the rapid advances in science and their technological applications should be examined with due respect to the inherent dignity of the human person and universal respect for, and observance of, human rights and fundamental freedoms …”.<br /><br />Bioetika di Indonesia mengambil berbagai masalah yang akan dihadapinya melalui ‘the rapid advances in science and their technological applications’ yang kita terima; contohnya ialah modifikasi genetika pada organisme (GM Organism) atau pada pangan (GM Food). Lalu bagaimana menganalisisnya? Ada isyu etika yang timbul dari tiga kelompok sub-topik yang dapat di’masalah’kan, yaitu (1) modifikasi genetikanya sendiri; (2) risiko yang melekat pada proses modifikasinya itu; dan (3) kemungkinan penyalahgunaan. Begitulah, sedikit-sedikit, secara bertahap kita dapat mengisolasi masalah etika dari suatu terobosan keilmuan, khususnya di bidang ilmu hayati.<br /><br />Di Indonesia dapat diperkirakan bahwa rapid advances in science and their technological applications masih terasa asing dan jauh dari keseharian kita. KBN akan mejalankan fungsinya melalui forum diskusi meja bundar dan diskusi panel, antar-anggota dan juga dengan mengundang pakar dan ahli di berbagai bidang: kesehatan masyarakat, kesejahteraan hewan dan hewan coba, bahkan plagiarisme. [ahn 1009]</span></div>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-45201859407244340272010-01-28T16:27:00.001+07:002010-01-28T16:31:11.085+07:00PROGRAM KERJA KBN JANUARI 2009 - DESEMBER 2012Program KBN dikembangkan mengikuti capaian (yang belum seberapa) dari KBN dalam empat tahun pertamanya:<br />•mendukung dan memelihara jejaring antar perorangan dan organisasi di Indonesia dan internasional dalam masalah “bioetika”.<br />•melakukan dialog dalam diseminasi dan penjabaran “bioethics principles of the Universal Declaration of Bioethics and Human Rights (2005)”. <span id="fullpost"><br />•menyelenggarakan diskusi terbuka dan lokakarya dengan berbagai pihak yang berkepentingan (lihat Catatan di bawah) dan tinjauan pemutakhiran “bioetika dan pembangunan di Indonesia”.<br />•mengembangkan dan melakukan evaluasi modul pendidikan bioetika untuk kelompok 12-18 tahun, khususnya mengenai bioetika dasar, bioetika lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati, dan etika penelitian dan pengelolaan bencana; menggunakan format permainan, drama, dan studi kasus; dan menerapkan modul yang serupa untuk tingkatan pendidikan tinggi.<br />•membantu Prof. Sunarto Sastrowijoto, anggota International Bioethics Committee of UNESCO, dengan sekretariat kecil dan Kelompok Kerja Analis, untuk diskusi.<br />•berinteraksi dengan berbagai pusat bioetika regional, khususnya, mendukung, membantu, dan memenuhi undangan:<br />•The Bioethics Advisory Committee and the Ministry of Health would like to invite the Indonesian National Bioethics Commission to nominate one or two representatives to participate in the 8th Global Summit of National Bioethics Advisory Bodies from 26 to 27 July 2010. The Summit will be held immediately before the 10th World Congress of Bioethics (WCB), which will take place from 28 to 31 July 2010. More information on the WCB is available at: http://www.bioethics-singapore.org/wcb2010/<br />•menghadiri berbagai pertemuan khususnya Inter-governmental Bioethics Commitee UNESCO (IGBC); International Bioethics Commitee UNESCO (IBC); Conferences of the the Asian Bioethics Association; dan World Congress of Bioethics.<br />•berperan aktif dalam berbagi informasi di dalam: “the Second meeting of the European Commission International Dialogue on Bioethics (IDB), which will be organized by the European Commission in the first week of March 2010 in Madrid under the auspices of the Spanish rotation Council Presidency and the Spanish National Bioethics Council.<br />Invited participants at this event include the Members of the European Group on Ethics of science and new technologies (EGE), the Chairs of 15 non-EU National Ethics Councils, the Chairs of the National Ethics Councils of the 27 Member States of the European Union and the representatives of International Organisations.” <br /><br />Catatan:<br />Kelompok sosial di tengah masyarakat dapat dilihat sebagai yang terdiri dari 9 (sembilan) major groups, seperti dalam “Agenda 21”, UN Conference an Environment and Development, Rio de Janeiro, 1992: (1) women, (2) children and youth, (3) indigenous people and their communities, (4) Non-governmental organizations, (5) local authorities, (6) workers and trade unions, (7) business and industries, (8) S&T communities, and (9) farmers.<br /></span>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-58575647727330671402010-01-28T16:25:00.000+07:002010-01-28T16:27:01.754+07:00Tahukah Anda?Dari KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : 1/MUNAS VII/MUI/15/2005<br />Tentang PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI), dapat kita simak beberapa butir penting di bawah ini:<br /><br />“Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang timbul dari hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui oleh Negara berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. <span id="fullpost"> Oleh karenanya, HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual dari yang bersangkutan sehingga memberikan hak privat baginya untuk mendaftarkan, dan memperoleh perlindungan atas karya intelektualnya. <br /><br />Sebagai bentuk penghargaan atas karya kreativitas intelektualnya tersebut Negara memberikan Hak Eksklusif kepada pendaftarannya dan/atau pemiliknya sebagai Pemegang Hak mempunyai hak untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya atau tanpa hak, memperdagangkan atau memakai hak tersebut dalam segala bentuk dan cara.<br />Tujuan pengakuan hak ini oleh Negara adalah setiap orang terpacu untuk menghasilkan kreativitas-kreavitasnya guna kepentingan masyarakat secara lauas. <br /><br />KETENTUAN HUKUM<br />1.Dalam Hukum Islam, HKI dipandang sebagai salah satu huquq maliyyah (hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum (mashu) sebagaimana mal (kekayaan).<br />2.HKI yang mendapat perlindungan hukum Islam sebagaimana di maksud angka 1 tersebut adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.<br />3.HKI dapat dijadikan obyek akad (al-ma'qud'alaih), baik akad mu'awadhah (pertukaran, komersial),maupun akad tabarru'at (nonkomersial), serta dapat diwaqafkan dan diwariskan.<br />4.Setiap bentuk pelanggaran terhadap HKI, termasuk namun tidak terbatas pada menggunakan, mengungkapkan, membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan, menyerahkan, menyediakan, mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu,membajak HKI milik orang lain secara tanpa hak merupakan kezaliman dan hukumnya adalah haram.”<br />Fatwa ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Jumadil Akhir 1426 H, 29 Juli 2005 M.<br /><br />Fatwa ini dapat kita golongkan ‘maju’. KBN sampai hari ini belum pernah melihat dan memeriksa keterkaitan antara bioetika, kekayaan intelektual, dan perlindungannya.<br /><br />Dalam sejarahnya, konsep perlindungan kekayaan intelektual seperti yang kita kenal sekarang ini, lahir di Republik Venesia di abad ke lima belas, dengan rumusan yang sampai hari ini tidak mengalami banyak perubahan:<br />“We have among us men of great ingenious, apt to invent and discover ingenious devices … <br />Be it enacted that, by the authority of this Council, every person who shall build any new and ingenious device in this City, not previously made in our Commonwealth, shall give notice of it to the office of one General Welfare Board when it had been reduced to perfection so that it can be used and operated. It being forbidden to every other person in any of our territories and towns to make any further device conforming with and similar to said one, without the consent and license of the author, for the term of 10years. … .”<br /></span>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-28127136307197106752010-01-28T16:22:00.000+07:002010-01-28T16:24:09.836+07:00Nuffield Council on Bioethics : The Ethics of Research involving AnimalsPublished: Wed, 25 May 2005 <br /><br />Research involving animals has been the subject of intense debate in the UK and elsewhere. Too often this debate is presented in a polarised manner, differentiating only between those ‘for’ or those ‘against’ all animal research. This is overly simplistic: there is a continuum of views between these two ends of the spectrum. <span id="fullpost"> This Report seeks to clarify the debate and aims to help people think through the ethical issues that are raised. The ways in which animals are used in different areas of research are reviewed, including: basic or ‘blue sky’ research, the development of new medicines and vaccines, and toxicity testing. The Report makes practical recommendations for future policy and practice, relating, among other things, to the use of GM animals, ways of improving the quality of debate, the implementation of the Three Rs (Refinement, Reduction and Replacement), and the responsibilities of researchers, reviewers and funding bodies.<br /><br />Last Updated Wed, 26 April 2006<br /><br />Catatan:<br />The terms of reference of the Nuffield Council on Bioethics are:<br />1. to identify and define ethical questions raised by recent advances in biological and medical research in order to respond to, and to anticipate, public concern;<br />2. to make arrangements for examining and reporting on such questions with a view to<br />promoting public understanding and discussion; this may lead, where needed, to the<br />formulation of new guidelines by the appropriate regulatory or other body;<br />3. in the light of the outcome of its work, to publish reports; and to make representations, as the Council may judge appropriate.<br /></span>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-82481995875989632342010-01-28T16:21:00.001+07:002010-01-28T16:25:34.785+07:00Di Singapura, bulan Juli 2010, bioetika menjadi fokus regionalTiga pertemuan internasional yang membahas bioetika akan berlangsung di Singapura dalam dua minggu terakhir di bulan Juli 2010. Ketiganya penting dan paket tiga-dalam-satu ini patut menjadi perhatian kita bersama. Ada dua pertemuan tanpa uang pendaftaran: yang pertama ialah yang dituan-rumahi oleh Asian Bioethics Association yang berlangsung tanpa uang pendaftaran Pertemuan ini ialah The Eleventh Asian Bioethics Conference, 31 Juli – 2 Agustus 2010. <span id="fullpost"> Yang kedua ialah The Eighth Global Summit of National Boethics Advisory Bodies, juga tanpa uang pendaftaran. Ini akan dihadiri oleh perwakilan badan nasional yang mengurusi bioetika dan digelar tanggal 26-27 Juli 2010.<br /><br />Di antara keduanya digelar, sehingga menjadikannya back-to-back dengan yang dua di atas ini, The Tenth World Congress of Bioethics, 28-31 Juli 2010. Pertemuan empat hari ini menetapkan uang pendaftaran dalam kisaran sebesar S$ 1025 sampai S$ 1250. <br /></span>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-6905549007166084082010-01-28T16:19:00.000+07:002010-01-28T16:20:47.155+07:00Malaysian Biosafety Act enters into forceDecember 14 – The Malaysian government has implemented a new measure aimed at promoting biotechnology within the country, while complying with the standards set out by the Cartagena Protocol on Biosafety. <span id="fullpost"> The Malaysian Biosafety Act 2007 was approved by the House of Representatives and entered into force on 1 December 2009. With this approval, the Malaysian government will establish a National Biosafety Board, which will include representatives from seven Ministries and four experts from relevant fields.<br /><br />In addition, the Genetic Modification Advisory Committee - a group of scientists responsible for assessing whether live modified organisms are safe to be released into the environment - is now expected to become a formal body. The Act is being hailed by others as an ambitious move to protect against the risks genetic modification could have on biodiversity and the environment, as well as a milestone in the creation of a legal framework for the biotech industry in Malaysia - one of the most biodiversity-dense countries in the world.<br /><br />International Centre for Trade and Sustainable Development<br />http://ictsd.org/i/news/biores/65569/<br /></span>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-1170619680483565192010-01-28T16:14:00.000+07:002010-01-28T16:18:21.240+07:00Rapat Pleno II Komisi Bioetika NasionalPertemuan ini diselenggarakan di Gedung Sasana Widya Sarwono LIPI tanggal 23 November 2009. Tugas KBN ada tiga, yaitu: <br />(1) memajukan telaah masalah yang terkait dengan prinsip-prinsip bioetika, <br />(2) memberi pertimbangan kepada Pemerintah mengenai aspek bioetika dalam penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berbasis pada ilmu-ilmu hayati, dan <br />(3) menyebarluaskan pemahaman umum mengenai bioetika. <span id="fullpost"> Rapat menyepakati agenda seperti yang tertera, yaitu <br />(1) membentuk Pokja-pokja untuk Periode 2009-2012 dan <br />(2) memperoleh masukan mengenai masalah kebioetikaan Indonesia yang kiranya akan perlu dibahas di KBN.<br /><br />Di Indonesia, kehadiran Komisi Bioetika Nasional mengambil peran yang penting, karena<br />“as science and medicine become increasingly globalized, so, too, do the ethical issues they raise. Adequately addressing many bioethical issues means attending to international law and policy, and there is a clear role for a ‘national’ commission to play in this regard (James W. Fossett and Michelle N. Meyer , “The Next President’s Council on Bioethics: Who Cares What It Does?”, Bioethics Forum, The Hastings Center, Sep-Oct 2009).<br />Secara umum KBN melakukan kegiatan yang terarah ke tujuan memperkenalkan dan mengajak berbagai pihak yang berkepentingan untuk menyimak dan mendalami masalah kebioetikaan Indonesia.<br /><br />Ada berbagai topik yang diusulkan dan dibahas. Sebagian dari pembahasan ini dapat dikelompokkan menjadi:<br />•STATUS KBN. Prioritas KBN ini adalah meningkatkan statusnya (?). Apa yang kita lakukan sekarang ini masih bersifat sektoral. Di luar KBN, kegiatannya tidak cukup diketahui orang.<br />•MASSA KRITIS BIOETIKAWAN INDONESIA. Satu hal yang ingin disoroti adalah bahwa critical mass orang yang betul-betul memahami bioetika itu belum tercapai. Bioetika saat ini sudah berkembang keilmuwannya sedemikian rupa higga sudah menjadi satu cabang keilmuwanan sendiri yang sudah berpisah dari ilmu etika umum atau ilmu filsafat yang sekarang ini diajarkan di universitas-universitas di seluruh Indonesia.<br />•BIOETIKA DAN UMAT ISLAM INDONESIA. Pemerintah Saudi Arabia melarang jemaah haji yang tidak melampirkan kartu vaksin flu burung dan flu babi. Bagaimana persiapan kita nanti untuk tahun depan? Apakah kemampuan berhaji itu termasuk kemampuan memproteksi diri dari berbagai macam musibah dan penyakit yang di Arab sana? Ini bukan persoalan yang kecil, ini persoalan besar. Ada dimensi etikanya?<br />•PROTOKOL BIOETIKA INDONESIA. Apakah selama ini kita sudah mendengar atau melihat kasus-kasus atau kekhawatiran adanya, katakan, unethical biological research. Perlu ada garis besar rambu yang akan menjadi payung etika masing-masing bidang. Apakah ini bukan tugas KBN, begitu?<br />•ASSISTED REPRODUCTIVE TECHNOLOGY. Satu kelompok pekerjaan yang mungkin perlu dilakukan karena sekarang di Indonesia sudah banyak dilakukan dan belum ada pengaturannya adalah assisted reproductive technology atau bayi tabung, macam-macam jenis bayi tabung. Sekarang bayi tabung banyak dilakukan tapi pengaturannya sebenarnya tidak ada sama sekali, kita tidak tahu apakah, pasiennya mungkin juga tidak tahu apakah yang di bayi tabung itu anaknya atau bukan.<br />•LINGKUNGAN HIDUP. Usulan Kelompok Kerja Lingkungan Hidup agar mengelaborasi butir-butir deklarasi (UNESCO); yang mengenai human dignity itu sudah sangat kental dibicarakan, tetapi Artikel 16 dan Artikel 21 (Universal Declaration on Bioethics and Human Rights), termasuk juga isu mengenai traditional medicine dan ethical education belum banyak dibahas. Kenyataan di lapangan masih sangat memprihatinkan. Pemorakporandaan lingkungkan hidup akan berpengaruh pada human dignity. Bioetika juga penting untuk bidang-bidang ilmu hayati terutama bagi yang bergerak di wildlife yang terkait dengan environment dan riset-riset di bidang biologi.<br />•GMO (=genetically modified organisms). Banyak pendapat di masyarakat yang tidak menentang dan sebagainya, tentang teknologi rekayasa genetika dan transgenika tanaman atau mikroba dan sebagainya. Tahun 2004 kita sudah mengimport GMO dari Amerika sebesar 600 juta dolar waktu itu, sudah besar sekali, bahkan kecenderungan naik pada tahun-tahun berikutnya dan penelitian-penelitian di kita juga sudah banyak sekali menghasilkan GMO ini.<br />•BIOETIKA PERTANIAN. Ada empat hal yang terkait dalam bidang pertanian yang mungkin harus menjadi program kita: yang terkait dengan animal welfare, GMO, sumber daya genetika, dan satu lagi, penyakit. Keempat hal ini sebetulnya harus kita lihat bagaimana sebetulnya ikutannya dengan aspek ekonomi, karena negara-negara maju menggunakan keempat aspek ini; adalah apakah untuk memproteksi atau untuk melarang proteksi produk-produk mereka.<br /> <br />Topik-topik di atas ini telah menempuh tahap pengenalan masalah.<br />Selanjutnya untuk menekuninya akan ditempuh melalui ”diskusi terarah (disksui berfokus)” antar-sesama anggota KBN dan ”diskusi meja bundar” bersama pakar non-anggota, ”seminar” dan akhirnya ”loka karya”.<br />Bentuk akhir ini akan mencari bentuk yang pas dalam merintis perjalanan selanjutnya, yaitu menjalani proses ”dari prinsip bioetika menuju penatakelolaan (governance) di Indonesia”.<br />Hal terakhir di atas ini biasa melibatkan masyarakat luas melalui dialog.<br />Suatu pekerjaan besar dan bukan sederhana, yang perlu ditempuh kalau timbangan KBN memang akan berdampak nyata di Indonesia ini.setkbnjan10<br /></span>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-53374846298691525242010-01-28T16:09:00.000+07:002010-01-28T16:13:44.165+07:00Pewarta KBN Vol. 4, No. 6, November – Desember 2009Dari Meja Penyunting<br /><br />Biodiversity is life<br />Biodiversity is our life<br />[International Year of Biodiversity]<br /><br />Titik awal perjalanan kita menjelang akhir tahun 2004 ialah situasi penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan. Yang menjadi “persoalan” kita ialah bahwa kemajuan pesat ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu-ilmu hayati, ternyata “hanya” mendapat sambutan meriah di kalangan sesama ilmuwan dan para pegiat di bidang lingkungan hidup. <span id="fullpost"><br /><br />Ini artinya berbagai reaksi mensyukuri, menerima, atau mungkin juga menolak, tidak timbul dan terasa di tengah masyarakat luas. Proses sertifikasi halal untuk makanan termasuk yang berasal dari sumber yang dimodifikasi secara genetika, misalnya, tidak menyentuh masyarakat secara luas. Ada semacam ketidakacuhan dalam menanggapi ini semua, sehingga hal ini cenderung menggejala menjadi sikap the silent majority. Siapa yang akan menjadi mitra kita membahas ini semua?<br />Bila pengelolaan kesehatan masyarakat menjadikan masyarakat luas melulu sebagai pihak yang menerima, maka “due respect to the inherent dignity of the human person and universal respect for, and observance of, human rights and fundamental freedoms” dapat terdesak ke latar belakang. <br /><br />Selain itu, kesejahteraan hewan menjadi bagian penting dalam pembahasan bioetika hewan. Tidak banyak diketahui adanya animal-based science, sehingga kita masih jauh tertinggal dalam pembahasan ini. Nuffield Council on Bioethics mengawali laporannya mengenai The Ethics of Research involving Animals dengan menyatakan:<br />“Issues raised by research involving animals have aroused intense debate, particularly in the UK. Opinion about its necessity, justification and acceptability varies widely. Discussion on the subject is often portrayed as being essentially between two positions that are either ‘for’ or ‘against’ the use of animals. This is unhelpful, since the matter itself is complex, as are the many views that surround it. … “.<br /><br />Yang menjadi kepentingan kita bersama sekarang ini ialah untuk (1) memberi sumbangan nyata terhadap penafsiran dan/atau penafsiran-ulang gejala di tengah masyarakat Indonesia, sebelum pengaruh luar datang menentukan pilihan yang harus kita ambil; (2) mengenali prinsip bioetika yang kiranya mendasari proses penemuan “solusi” masalah yang ada; dan (3) menguji ketangguhan kerangka prinsip-prinsip bioetika yang tertuang dalam UDBHR 2005.<br />Perjalanan masih panjang … .<br />ahn1209<br /></span>Ahmad Saefudinhttp://www.blogger.com/profile/12971050164782059465noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-52402762462646754372009-08-25T10:09:00.000+07:002009-08-25T10:12:06.134+07:00Science and languageThe Jakarta Post:Sat, 04/19/2008 12:24 PM|Opinion <br /><br />Going through the fast development of biological science, Indonesian scientists realize that the development of sciences should go hand in hand with the development of language. <span id="fullpost"> As an example, the National Bioethics Commission (KBN) consulted the Language Center of the National Education Ministry (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional) to find the Indonesian term (the translation) for the word "stem cell". <br />It has been decided that the term could be translated as "sel punca". This little and trivial effort concerning language is very important for Indonesian language in order to keep up with the rapid development of knowledge. <br /><br />In my opinion, technical terms are very hard to translate. I support the idea about the harmonization of language and science. I hope that this will help our professional translators to cope with such technical problems and likely it will improve the quality of scientific text translated into Indonesian. <br /><br />This will make Indonesia language more independent and dynamic in transferring knowledge without any misperceptions about special terms or words. <br /><br />INTAN PERMATASARI<br />Surakarta, Central Java</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-31450040644284795612009-08-25T10:07:00.000+07:002009-08-25T10:09:10.469+07:00Persiapan mengikuti pertemuan internasional: contoh dari persiapan menuju Conference of the Parties (COP) dari Convention on Biological Diversity (RioCatatan Penyunting:<br />Untuk dapat mengetahui apa saja yang dibahas, dan bagaimana melakukan pembahasan di tingkat internasional, berikut ini cuplikan dari persiapan pertemuan yang berkenaan dengan ‘ethical code of conduct’ dalam lingkup ‘lingkungan hidup’. Ungkapan di antara tanda kurung ‘[‘ dan ‘]’ adalah pilihan yang diusulkan: <span id="fullpost"> AD HOC OPEN-ENDED INTER-SESSIONAL WORKING GROUP ON ARTICLE 8(j) AND RELATED PROVISIONS OF THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY<br />Sixth meeting Montreal, 2-5 November 2009 <br /><br />REVISED DRAFT OF THE ELEMENTS OF AN ETHICAL CODE OF CONDUCT TO ENSURE RESPECT FOR THE CULTURAL AND INTELECTUAL HERITAGE OF INDIGENOUS AND LOCAL COMMUNITIES <br />Note by the Executive Secretary <br /><br />INTRODUCTION <br />In accordance with decision IX/13 G of the Conference of the Parties, the Executive Secretary is circulating herewith, for the consideration of the Ad Hoc Open-ended Inter-Sessional Working Group on Article 8(j) and Related Provisions, the draft of the elements of a code of ethical conduct to ensure respect for the cultural and intellectual heritage of indigenous and local communities relevant to the conservation and sustainable use of biological diversity. …<br />In paragraph 5 of decision IX/13 G, the Conference of the Parties requested the Working Group to further develop the draft elements of a code of ethical conduct and to submit them to the Conference of the Parties at its tenth meeting for its consideration and possible adoption. The Working Group may wish to consider the suggested recommendations contained below for submission to the tenth meeting of the Conference of the Parties. … …<br /><br />Section 3 ETHICAL PRINCIPLES<br />5. [The following ethical principles apply to activities/interactions with indigenous and local communities, relevant to the conservation and sustainable use of biological diversity, including development and/or research proposed or being conducted on sacred sites, culturally significant sites [and lands and waters traditionally occupied or used by indigenous and local communities.]]<br />Option A <br />6. The ethical principles below are intended to [facilitate] [acknowledge] the rights of indigenous and local communities to enjoy, protect and pass on to future generations, their cultural and intellectual heritage [relevant for the conservation and sustainable use of biodiversity] and it is according to these principles that others should engage with indigenous and local communities. Option B <br />6. The ethical principles below are intended to [facilitate] [acknowledge] the overarching principle, that indigenous and local communities have the right to enjoy, protect and pass on to future generations, their cultural and intellectual heritage [relevant for the conservation and sustainable use of biodiversity] and it is according to these principles that others should engage with indigenous and local communities.<br />Option C <br />6. The ethical principles below suggest the over-arching principle, that indigenous and local community members [are entitled to] to enjoy their culture 6/ and this implies the ability to, if they so desire, pass on their culture [relevant for the conservation and sustainable use of biodiversity] to future generations, and it is on this basis that others are encouraged to engage with indigenous and local communities. … …<br /><br /><br />Ada lima (5) prinsip yang dirumuskan untuk dibahas, yaitu:<br /><br /><br /><br /><br /><br />(1) Respect for existing settlements <br />7. This principle recognizes the [predominance and] importance of mutually agreed settlements or agreements at national level which exists in many countries and that respect must be applied to such arrangements at all times.<br />(2) Intellectual property <br />8. Community and individual concerns over, and claims to, intellectual property relevant to traditional knowledge, innovations and practices related to the conservation and sustainable use of biodiversity should be acknowledged and addressed in the negotiation with traditional knowledge holders and/or indigenous and local communities, as appropriate, prior to starting activities/interactions . [Knowledge holders should be allowed to retain existing rights, including the determination of intellectual property rights, over their traditional knowledge.] <br />(3) Non-discrimination<br /> 9. The ethics and guidelines for all activities/interactions should be non-discriminatory, taking into account affirmative action, particularly in relation to gender, disadvantaged groups and representation. <br />(4) [Transparency/full disclosure] <br />10. Indigenous and local communities should be [fully] informed [to the fullest extent possible] about the nature, scope and purpose of any proposed activities/interactions carried out by others [that may involve the use of their traditional knowledge, innovations and practices related to the conservation and sustainable use of biodiversity] [, occurring on or likely to impact on, sacred sites and on lands and waters traditionally occupied or used by indigenous and local communities]. [Subject to national law,] this information should be provided in a manner that takes into consideration and actively engages with the body of knowledge and cultural practices of indigenous and local communities. <br />(5) [Approval] [Free prior informed consent] of the knowledge holders <br /><br />Cuplikan di atas ini disajikan untuk sekedar memberi gambaran perjalanan pembahasan internasional.<br /><br />Persoalan kita ialah untuk mendalami proses ini, sehingga kepentingan Indonesia dapat dijaga dan diperjuangkan, sejak dini dan awal.<br /><br />Kehadiran peserta Indonesia di forum seperti ini memerlukan dukungan analis yang tangguh dan , tentu saja, dana. [setkbn0609]</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-14559405636661274132009-08-25T10:05:00.000+07:002009-08-25T10:06:31.071+07:00Masters of International Research Bioethics, Monash, 2010Commencement date: February 2010<br />3 semesters full-time + 6 semesters part-time<br />Study mode and course location On-campus (Alfred Hospital, Melbourne) <span id="fullpost"> Course description:<br />This course, offered by the Department of Epidemiology and Preventative Medicine, is an interdisciplinary program covering comparative moral theory, research bioethics in an international setting, quantitative and qualitative research methodology, critical appraisal techniques and relevant law. Particular emphasis is given to ethical issues associated with research in developing countries in the Asia-Pacific Region.<br />Students will gain a strong theoretical framework, and experience with local ethics committees. This course is currently funded by the Fogarty Institute of the US National Institutes of Health.<br /><br />Course objectives:<br />The overall objectives for the course cover four main themes:<br />1. Basic moral theory, bioethics and the application of bioethical principles and law to research in both domestic and international collaborative contexts<br />2. Quantitative and qualitative methodology for international health programme planning and evaluation<br />3. Special issues in international health<br />4. Practical application of theory and knowledge<br /><br />Fees: In recognition of the fact that people from both NGOs and from developing countries may wish to undertake this program, we have a special fee policy for this program. Fees are AUS $19,785 for Australian students and AUS $22,650 for international students.<br /><br />In addition, five fee scholarships and stipends are available to students from developing countries in the Asia/Pacific region.<br /><br />STUDENTS MUST HAVE AN IELTS OF 7, OR A DEGREE FROM AN ENGLISH SPEAKING COUNTRY TO BE CONSIDERED.<br />Please contact Dr Deborah Zion: deborah.zion@med.monash.edu.au</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-36240768963669288622009-08-25T10:03:00.000+07:002009-08-25T10:04:17.414+07:00Angota KBN 2009-20121. A. A. Loedin, Prof. Dr. dr.<br />2. Achmad Suryana, M.S., Prof. Dr. Ir.<br />3. Agus Firmansyah, SpA(K), Prof. Dr.<br />4. Agus Purwadianto, S.H., M.Si., SpF., Prof. Dr. dr.<br />5. Amin Soebandrio, PhD., SpMK., Prof. dr. <span id="fullpost"> 6. Amru Hydari Nazif, M.Sc., Dr.<br />7. Budi Sampurna, S.H., SpF., Prof. Dr.<br />8. Carolus B. Kusmaryanto, M.A., S.Pd., SCJ., Dr.<br />9. Dayar Arbain, Apt., Prof. Dr.<br />10. Dewi Fortuna Khaidir Anwar, M.A., Prof. Dr.<br />11. Dondin Sayuthi, Prof. Dr.<br />12. Eko Baroto Waluyo, Prof. Dr.<br />13. Endang Sukara, Prof. Dr.<br />14. Farid A. Moeloek, SpOG., Prof. Dr. dr.<br />15. I. G. P. Wirawan, M.Sc., Prof. Dr. Ir.<br />16. Irawan Yusuf, Prof. Dr. dr.<br />17. Kusumo Diwyanto, M.S., PhD., Prof. Ir.<br />18. M. Amin Abdullah, Prof. Dr.<br />19. M.K. Tadjoedin, SpAnd., Prof. dr.<br />20. Miftah Faridl, H. Prof. Dr.<br />21. Moh. Hisyam, APU., Dr.<br />22. Nasaruddin Umar, M.A., Prof. Dr.<br />23. Pratiwi Sudarmono, PhD., SpMK., Prof. Dr.<br />24. Quraish Shihab, Prof. Dr.<br />25. Sajid Darmadipura, SpBS (K), Prof. Dr. dr.<br />26. Siti Fatimah, M.Sc., SpGK., Prof. Dr.<br />27. Siti Nuramaliati Prijono, Dr.<br />28. Soegeng Hardyanto, Dr. rer. theol.<br />29. Soenarto Sastrowijoto. SpTHT., Prof. Dr. dr.<br />30. Sumardjo Gatot Irianto, Dr. Ir.<br />31. Sumarno, Prof. Dr.<br />32. Sutrisno, Dr. Ir.<br />33. Tien Muchtadi, Prof. Dr. Ir.<br />34. Umar Anggara Jenie, M.Sc., Apt., Prof. Dr.<br />35. Widjaja Lukito, PhD., SpGK., dr.</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-82852465840768997722009-08-25T10:00:00.000+07:002009-08-25T10:02:03.176+07:00Catatan dari Rapat Pleno I Komisi Bioetika Nasional di Jakarta, 2 Juni 2009Rapat Pleno Pertama Komisi Bioetika Nasional (KBN) 2009-2012 dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 2 Juni 2009 dan dipimpin oleh Ketua KBN (lama) Prof. Dr. Umar A. Jenie. <span id="fullpost"> Ketua KBN mengingatkan tugas KBN ialah: (1) memajukan telaah masalah yang terkait dengan prinsip-prinsip bioetika, (2) memberi pertimbangan kepada Pemerintah mengenai aspek bioetika dalam penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berbasis pada ilmu-ilmu hayati, dan (3) menyebarluaskan pemahaman umum mengenai bioetika.<br /><br />Pemilihan Ketua dan Sekretaris KBN Periode 2009-2012 Pemilihan, yang dipimpin oleh Prof. Dr. Amin Soebandrio, dilakukan secara langsung dengan tiap anggota yang hadir menyampaikan usulan nama calon Ketua (baru). Dari proses ini telah terpilih, dengan suara terbanyak, sebagai Ketua KBN (2009-2012) Prof. Dr. Umar Anggara Jenie, Apt.<br /><br />Juga diterima para Wakil Ketua, yaitu (1) Wakil Ketua Prof. Dr. Amin Soebandrio, SpMK. dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi; (2) Wakil Ketua Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SH, SpF, dari Departemen Kesehatan; dan (3) Wakil Ketua Prof. Dr. Ir. Sumardjo Gatot Irianto dari Departemen Pertanian. Dr. Amru Hydari Nazif menjabat sebagai Sekretaris KBN, sekali gus menjadi Kepala Sekretariat KBN.<br /><br />Rapat mendengakan berbagai masukan seputar program KBN (sementara) dan bersepakat perlunya dibahas secara bersama pokok pikiran mengenai masalah kebioetikaan yang menjadi kepentingan Indonesia. Sesuai dengan ketentuan, Rapat Pleno berikutnya, secara tentatif, akan dilaksanakan pada tanggal 1 Desember 2009.•(setkbn0609)<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-28314229.post-8625595988321085942009-08-25T09:58:00.000+07:002009-08-25T10:00:14.773+07:00Pertemuan Sesi Ke-3 Badan Pengatur Traktat Internasional Sumberdaya Genetik Tanaman untuk Pangan dan PertanianTunisia, 1 – 5 Juni 2009<br />Pertemuan Sesi Ke 3 Badan Pengatur Traktat Internasional Sumberdaya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian (BP-TI-SDGTPP, The Third Session of the Governing Body of the International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (ITPGR)) telah dilaksanakan pada 1 – 5 Juni 2009 di Tunisia. <span id="fullpost"> Pertemuan ini dihadiri oleh 350 peserta yang berasal dari unsur anggota BP-TI-SDGTPP, wakil pemerintah bukan anggota BP-TI-SDGTPP, lembaga internasional, lembaga nonpemerintah, organisasi petani, dan industri.<br />Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Dr. Haryono (Wakil Ketua Pengarah Komisi Nasional Plasma Nutfah/Sekretaris Badan Litbang Pertanian), disertai oleh empat anggota, yaitu:<br />(1)Dr. Sutrisno, Ketua Pelaksana Harian Komnas Plasma Nutfah/Kepala Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, <br />(2)Dr. Sugiono Moeljopawiro, anggota Biro Badan Pengatur wakil Asia/anggota Komnasl Plasma Nutfah/Pemulia tanaman pada Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian; <br />(3)Dr. M. Yunus, Kepala Seksi Program Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, dan <br />(4)Dr. Erizal Sodikun, Atase Pertanian di Kedutaan Besar RI di Roma, Italia.<br />Pertemuan membahas berbagai isu, yaitu: peraturan finansial Badan Pengatur; prosedur dan mekanisme mendorong kepatuhan dan mengatasi ketidakpatuhan; implementasi strategi pendanaan; rencana kerja Badan Pengatur; hubungan antara Badan Pengatur dengan Global Crops Biodiversity Trust; implementasi Sistem Multilateral Traktat dalam akses dan pembagian keuntungan; manfaat bagi pihak ketiga; implementasi artikel 6 (pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya genetik tanaman) dan artikel 9 (hak-hak petani); hubungan antara Badan Pengatur dengan Komisi Sumberdaya Genetik untuk Pangan dan Pertanian, FAO; kerjasama dengan organisasi lain; hal-hal yang muncul dari evaluasi eksternal independen, FAO; rencana kerja dan anggaran 2010/2011.<br />Kesepakatan penting yang dihasilkan dari pertemuan itu, antara lain:<br />persetujuan terhadap target hasil yang ingin dicapai dari implementasi strategi finansial, termasuk target finansial 116 juta dolar Amerika yang akan dikumpulkan pada periode Juli 2009 – Desember 2014; <br />resolusi implementasi Sistem Multilateral, termasuk pembentukan komite penasehat; resolusi hak-hak petani; prosedur penerimaan manfaat oleh pihak ketiga; program kerja dan anggaran 2010/2011; <br />melanjutkan pencarian kesepatan tentang isu peraturan finasial pada sesi ke 4 Badan Pengatur; pembentukan kelompok kerja untuk memproses finalisasi prosedur kepatuhan sebelum pertemuan ke-4; <br />meninjau ulang Standar Persetujuan Pengalihan Material.<br />Sebagai bagian dari kerangka kerja Food and Agriculture Organisation, Traktat Internasional Sumberdaya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian (SDGTPP) mentargetkan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan SDGTPP dan pembagian keuntungan yang setara, selaras dengan Konvensi Keanekaragaman Hayati, untuk pertanian dan ketahanan pangan berkelanjutan. Traktat berisi ketentuan umum, hak petani, komponen pendukung, ketentuan finasial dan kelembagaan. Traktat telah menetapkan Sistem Multilateral untuk memfasilitasi SDGTPP 35 genus tanaman dan 29 spesies pakan ternak, yang diseimbangkan dengan pembagian keuntungan dibidang pertukaran informasi, transfer teknologi, pembangunan kapasitas, dan pengembangan komersial. Traktat mulai berlaku sejak tahun 2004 dan sampai saat ini 120 negara telah menjadi anggota Badan Pengatur, termasuk Indonesia.<br />Hasil yang dicapai dari pembahasan implemetasi artikel 6 (pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya genetik tanaman) ialah bahwa banyak daerah masih ketinggalan dalam implementasi artikel 6 sehingga memerlukan sumber dana, pembangunan kapasitas, dan transfer teknologi; para anggota Badan Pengatur perlu mengembangkan kebijakan dan peraturan yang memadai; meminta para anggota Badan Pengatur untuk melaporkan kemajuan implementasi artikel 6 melalui mekanisme pelaporan Rencana Aksi Global; meminta sekretariat untuk membuat alat bantu untuk beberapa negara yang merancang pemanfaatan berkelanjutan SDGTPP.<br />Dalam kaitannya dengan implementasi artikel 9 (hak-hak petani), Badan Pengatur prihatin karena sedikit usulan tentang implementasi artikel 9. Badan Pengatur menghargai kontribusi komunitas lokal dan asli serta petani yang melakukan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan SDGTPP. Dalam kaitannya dengan adopsi resolusi hak-hak petani, Badan Pengatur meminta agar semua pihak mengulas dan jika perlu merivisi tindakan-tindakan nasional yang mempengaruhi realisasi hak-hak petani; dan mendorong semua pihak dan organisasi untuk untuk menyampaikan pandangan dan pengalaman implementasi hak-hak petani. Badan Pengatur menghargai keterlibatan organisasi petani pada kegiatan di masa mendatang, dan meminta sekretariat untuk merencanakan lokakarya regional tentang hak-hak petani dengan tujuan untuk mendiskusikan pengalaman nasional dan mengumpulkan pandangan berbagai pihak dan melaporkannya pada pertemuan ke-4 pada tahun 2011 di Indonesia.[sutrisno, 0609]<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0