Tahukah Anda?
>> Thursday, January 28, 2010
Dari KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : 1/MUNAS VII/MUI/15/2005
Tentang PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI), dapat kita simak beberapa butir penting di bawah ini:
“Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang timbul dari hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui oleh Negara berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Oleh karenanya, HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual dari yang bersangkutan sehingga memberikan hak privat baginya untuk mendaftarkan, dan memperoleh perlindungan atas karya intelektualnya.
Sebagai bentuk penghargaan atas karya kreativitas intelektualnya tersebut Negara memberikan Hak Eksklusif kepada pendaftarannya dan/atau pemiliknya sebagai Pemegang Hak mempunyai hak untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya atau tanpa hak, memperdagangkan atau memakai hak tersebut dalam segala bentuk dan cara.
Tujuan pengakuan hak ini oleh Negara adalah setiap orang terpacu untuk menghasilkan kreativitas-kreavitasnya guna kepentingan masyarakat secara lauas.
KETENTUAN HUKUM
1.Dalam Hukum Islam, HKI dipandang sebagai salah satu huquq maliyyah (hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum (mashu) sebagaimana mal (kekayaan).
2.HKI yang mendapat perlindungan hukum Islam sebagaimana di maksud angka 1 tersebut adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
3.HKI dapat dijadikan obyek akad (al-ma'qud'alaih), baik akad mu'awadhah (pertukaran, komersial),maupun akad tabarru'at (nonkomersial), serta dapat diwaqafkan dan diwariskan.
4.Setiap bentuk pelanggaran terhadap HKI, termasuk namun tidak terbatas pada menggunakan, mengungkapkan, membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan, menyerahkan, menyediakan, mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu,membajak HKI milik orang lain secara tanpa hak merupakan kezaliman dan hukumnya adalah haram.”
Fatwa ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Jumadil Akhir 1426 H, 29 Juli 2005 M.
Fatwa ini dapat kita golongkan ‘maju’. KBN sampai hari ini belum pernah melihat dan memeriksa keterkaitan antara bioetika, kekayaan intelektual, dan perlindungannya.
Dalam sejarahnya, konsep perlindungan kekayaan intelektual seperti yang kita kenal sekarang ini, lahir di Republik Venesia di abad ke lima belas, dengan rumusan yang sampai hari ini tidak mengalami banyak perubahan:
“We have among us men of great ingenious, apt to invent and discover ingenious devices …
Be it enacted that, by the authority of this Council, every person who shall build any new and ingenious device in this City, not previously made in our Commonwealth, shall give notice of it to the office of one General Welfare Board when it had been reduced to perfection so that it can be used and operated. It being forbidden to every other person in any of our territories and towns to make any further device conforming with and similar to said one, without the consent and license of the author, for the term of 10years. … .”
0 komentar:
Post a Comment